Tahukah anda bahwa rekaman pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno, yang hingga kini bisa kita dengar di Monas dan juga banyak beredar di internet itu, tidak direkam pada tanggal 17 Agustus 1945 ? Tahukah anda bahwa kabar tentang proklamasi yang pertama kali disiarkan melalui radio ke seluruh dunia tidak keluar dari mulut Bung Karno langsung?
Ya inilah kepingan sejarah kemerdekaan Indonesia yang melibatkan satu nama yang sangat penting dalam sejarah dunia radio siaran di Indonesia. Beliau adalah almarhum Muhammad Jusuf Ronodipuro, salah seorang pendiri Radio Republik Indonesia (RRI), bahkan yang pertama mengeluarkan slogan : “Sekali di Udara Tetap di Udara!”.
Berikut beberapa informasi tentang peran beliau di masa kemerdekaan Indonesia yang saya sarikan dari berbagai sumber.
KABAR TENTANG PROKLAMASI
Banyak orang berpikir bahwa suara Bung Karno membacakan proklamasi itu mengudara juga di radio pada hari yang sama saat Indonesia merdeka. Ternyata bukan begitu ceritanya.
Jumat, 17 Agustus 1945, sekitar jam 17:30 WIB. Saat itu Pak Jusuf sedang berada di kantornya, Hoso Kyoku (Radio Militer Jepang di Jakarta). Tiba-tiba muncullah Syahruddin, seorang pewarta dari kantor berita Jepang Domei dengan tergesa-gesa. (Catatan: Pak Jusuf sempat meralat kebenaran berita bahwa yang datang itu adalah sejarawan Des Alwi). Syahruddin yang masuk ke kantor Hoso Kyoku dengan melompati pagar itu menyerahkan selembar kertas dari Adam Malik yang isinya “Harap berita terlampir disiarkan”. Berita yang dimaksud adalah Naskah Proklamasi yang telah dibacakan Bung Karno jam 10 pagi.
Masalahnya, semua studio radio Hoso Kyoku sudah di jaga ketat sejak beberapa hari sebelumnya, tepatnya sehari setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh Amerika. Jusuf kemudian berunding dengan rekan-rekannya, diantaranya Bachtiar Lubis (kakak dari Sastrawan dan tokoh pers Indonesia Mochtar Lubis) dan Joe Saragih, seorang teknisi radio.
Beruntung, studio siaran luar negeri tidak dijaga. Saat itu juga dengan bantuan Joe, kabel di studio siaran dalam negeri di lepas dan disambungkan ke studio siaran luar negeri. Tepat pukul 19:00 WIB selama kurang lebh 15 menit Jusuf pun membacakan kabar tentang proklamasi di udara, sementara di studio siaran dalam negeri tetap berlangsung siaran seperti biasa untuk mengecoh perhatian tentang Jepang.
Belakangan tentara Jepang mengetahui akal bulus Jusuf dan kawan-kawannya. Mereka pun sempat disiksa. Beruntung mereka selamat. Malam itu pun radio Hoso Kyoku resmi dinyatakan bubar, tetapi dunia saat itu juga sudah mengetahui kabar tentang proklamasi langsung dari mulut Jusuf Ronodipuro. Sayang rekaman suara ini tidak diketahui lagi keberadaannya, atau jangan-jangan sudah tidak ada mengingat malam itu juga radio tersebut ditutup oleh Jepang.
CIKAL BAKAL RADIO REPUBLIK INDONESIA
Gara-gara luka-luka dipukuli tentara Jepang, Jusuf Ronodipuro berobat ke seorang dokter bernama Abdurrahman Saleh. Mengetahui apa yang baru dilakukan oleh Jusuf, Abdurrahman Saleh kemudian menyarankan agar Jusuf membuat pemancar radio sebagai sarana komunikasi pemerintahan Indonesia yang baru dengan rakyat.
Kabarnya diperlukan waktu tiga hari bagi Jusuf dan kawan-kawannya untuk merakit pemancar itu. Laboratorium milik dokter Abdurrahman Saleh di belakang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM, pun kemudian dipakai sebagai ruang siaran. Maka berdirilah radio Voice of Indonesia yang siaran 2 jam sehari, satu jam dalam bahasa Indonesia, satu jam dalam Bahasa Inggris.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa untuk masuk ke studio ‘radio gelap’ tersebut harus melewati kamar mayat RSCM yang baunya busuk, sehingga setiap habis siaran bajunya pun tertular bau busuk itu dan harus direndam selama 2 hari untuk menghilangkan baunya.
Tetapi dari ruangan berbau busuk mayat itulah, Voice of Indonesia mengudara dan menjadi media utama untuk mengabarkan perjuangan Indonesia kepada rakyat dan juga ke masyarakat internasional. Bung Karno sendiri pertama kali berpidato di radio tersebut pada tanggal 25 Agustus 1945 sementara 4 hari kemudian Bung Hatta juga mengudara dari studio yang sama.
Voice of Indonesia kemudian menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia. Abdurrahman Saleh adalah direktur RRI yang pertama, dan Jusuf Ronodipuro kemudian dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan slogan “Sekali Di Udara, Tetap Di Udara!”
MEREKAM PEMBACAAN NASKAH PROKLAMASI
“Proklamasi itu hanya satu kali!” begitu kata Ir. Sukarno dengan nada marah kepada Jusuf Ronodipuro pada suatu hari di awal tahun 1951. Dalam pengakuan kepada salah seorang kerabat dekatnya Louisa Tuhatu, Jusuf Ronodipuro dengan rendah hati mengatakan, kebetulan sekali saat RRI baru saja membeli peralatan baru dan mendadak pula muncul ide di benaknya untuk merekam suara Bung Karno membacakan proklamasi.
Meskipun sempat ‘ciut’ juga dimarahi oleh Sang Pemimpin Besar Revolusi, tetapi Jusuf tetap bersikukuh. “Betul, Bung. Tetapi saat itu rakyat tidak mendengar suara Bung,” bujuknya. Bung Karno pun bersedia merekam suaranya tengah membacakan naskah proklamasi. Ini terjadi hampir 6 tahun setelah proklamasi yang asli dibacakan.
Nah, kebenaran cerita ini sempat menjadi kontroversi tersendiri. Bahkan -bisa ditebak- nama seorang Roy Suryo pun sempat terbawa-bawa disini. Tapi sudahlah. Itu urusan dia hehe.
Toh ada beberapa bukti yang bisa memperkuat kebenaran cerita ini. Kalau anda dengar pembacaan naskah proklamasi, maka akan terdengar kualitas rekaman yang relatif bersih, tidak ada suara-suara latar apapun. Senyap, seolah direkam di studio. Yang ada hanya suara Bung Karno. Padahal diasumsikan saat itu suasana saat proklamasi dibacakan sangatlah ramai. Nada suara Bung Karno pun tidak berapi-api seperti biasanya saat ia berpidato, bahkan ada kesan santai.
Bukti lain diceritakan oleh Louisa Tuhatu, orang terdekat Jusuf Ronodipuro di blognya (silahkan temui tautannya di akhir artikel ini). Anda mungkin tahu bahwa dalam naskah asli proklamasi yang hingga kini masih tersimpan rapi, tercetak tanggal “ hari 17 boelan 8, tahoen 05 “, sesuai penanggalan Jepang yakni tahun 2605 yang sama dengan tahun 1945. Tetapi dalam pembacaan saat rekaman, Bung Karno menyebutkan tahun 1945 dan bukannya tahun 05 atau 2605.
Demikianlah sekelumit catatan sejarah tentang sosok Jusuf Ronodipuro dan bagaimana radio berperan besar pada masa proklamasi kemerdekaan.
Muhammad Jusuf Ronodipuro meninggal pada tanggal 27 Januari 2008 dalam usia 88 tahun. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Berita wafatnya beliau tidak banyak beredar, karena pada hari yang sama banyak media lebih terfokus pada kematian Suharto. Toh Indonesia akan selalu mengenang beliau sebagai salah seorang yang paling berperan mewartakan kemerdekaan Indonesia kepada seluruh dunia.
Sekali Di Udara, Tetap di Udara!!!
Ya inilah kepingan sejarah kemerdekaan Indonesia yang melibatkan satu nama yang sangat penting dalam sejarah dunia radio siaran di Indonesia. Beliau adalah almarhum Muhammad Jusuf Ronodipuro, salah seorang pendiri Radio Republik Indonesia (RRI), bahkan yang pertama mengeluarkan slogan : “Sekali di Udara Tetap di Udara!”.
Berikut beberapa informasi tentang peran beliau di masa kemerdekaan Indonesia yang saya sarikan dari berbagai sumber.
KABAR TENTANG PROKLAMASI
Banyak orang berpikir bahwa suara Bung Karno membacakan proklamasi itu mengudara juga di radio pada hari yang sama saat Indonesia merdeka. Ternyata bukan begitu ceritanya.
Jumat, 17 Agustus 1945, sekitar jam 17:30 WIB. Saat itu Pak Jusuf sedang berada di kantornya, Hoso Kyoku (Radio Militer Jepang di Jakarta). Tiba-tiba muncullah Syahruddin, seorang pewarta dari kantor berita Jepang Domei dengan tergesa-gesa. (Catatan: Pak Jusuf sempat meralat kebenaran berita bahwa yang datang itu adalah sejarawan Des Alwi). Syahruddin yang masuk ke kantor Hoso Kyoku dengan melompati pagar itu menyerahkan selembar kertas dari Adam Malik yang isinya “Harap berita terlampir disiarkan”. Berita yang dimaksud adalah Naskah Proklamasi yang telah dibacakan Bung Karno jam 10 pagi.
Masalahnya, semua studio radio Hoso Kyoku sudah di jaga ketat sejak beberapa hari sebelumnya, tepatnya sehari setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh Amerika. Jusuf kemudian berunding dengan rekan-rekannya, diantaranya Bachtiar Lubis (kakak dari Sastrawan dan tokoh pers Indonesia Mochtar Lubis) dan Joe Saragih, seorang teknisi radio.
Beruntung, studio siaran luar negeri tidak dijaga. Saat itu juga dengan bantuan Joe, kabel di studio siaran dalam negeri di lepas dan disambungkan ke studio siaran luar negeri. Tepat pukul 19:00 WIB selama kurang lebh 15 menit Jusuf pun membacakan kabar tentang proklamasi di udara, sementara di studio siaran dalam negeri tetap berlangsung siaran seperti biasa untuk mengecoh perhatian tentang Jepang.
Belakangan tentara Jepang mengetahui akal bulus Jusuf dan kawan-kawannya. Mereka pun sempat disiksa. Beruntung mereka selamat. Malam itu pun radio Hoso Kyoku resmi dinyatakan bubar, tetapi dunia saat itu juga sudah mengetahui kabar tentang proklamasi langsung dari mulut Jusuf Ronodipuro. Sayang rekaman suara ini tidak diketahui lagi keberadaannya, atau jangan-jangan sudah tidak ada mengingat malam itu juga radio tersebut ditutup oleh Jepang.
CIKAL BAKAL RADIO REPUBLIK INDONESIA
Gara-gara luka-luka dipukuli tentara Jepang, Jusuf Ronodipuro berobat ke seorang dokter bernama Abdurrahman Saleh. Mengetahui apa yang baru dilakukan oleh Jusuf, Abdurrahman Saleh kemudian menyarankan agar Jusuf membuat pemancar radio sebagai sarana komunikasi pemerintahan Indonesia yang baru dengan rakyat.
Kabarnya diperlukan waktu tiga hari bagi Jusuf dan kawan-kawannya untuk merakit pemancar itu. Laboratorium milik dokter Abdurrahman Saleh di belakang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM, pun kemudian dipakai sebagai ruang siaran. Maka berdirilah radio Voice of Indonesia yang siaran 2 jam sehari, satu jam dalam bahasa Indonesia, satu jam dalam Bahasa Inggris.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa untuk masuk ke studio ‘radio gelap’ tersebut harus melewati kamar mayat RSCM yang baunya busuk, sehingga setiap habis siaran bajunya pun tertular bau busuk itu dan harus direndam selama 2 hari untuk menghilangkan baunya.
Tetapi dari ruangan berbau busuk mayat itulah, Voice of Indonesia mengudara dan menjadi media utama untuk mengabarkan perjuangan Indonesia kepada rakyat dan juga ke masyarakat internasional. Bung Karno sendiri pertama kali berpidato di radio tersebut pada tanggal 25 Agustus 1945 sementara 4 hari kemudian Bung Hatta juga mengudara dari studio yang sama.
Voice of Indonesia kemudian menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia. Abdurrahman Saleh adalah direktur RRI yang pertama, dan Jusuf Ronodipuro kemudian dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan slogan “Sekali Di Udara, Tetap Di Udara!”
MEREKAM PEMBACAAN NASKAH PROKLAMASI
“Proklamasi itu hanya satu kali!” begitu kata Ir. Sukarno dengan nada marah kepada Jusuf Ronodipuro pada suatu hari di awal tahun 1951. Dalam pengakuan kepada salah seorang kerabat dekatnya Louisa Tuhatu, Jusuf Ronodipuro dengan rendah hati mengatakan, kebetulan sekali saat RRI baru saja membeli peralatan baru dan mendadak pula muncul ide di benaknya untuk merekam suara Bung Karno membacakan proklamasi.
Meskipun sempat ‘ciut’ juga dimarahi oleh Sang Pemimpin Besar Revolusi, tetapi Jusuf tetap bersikukuh. “Betul, Bung. Tetapi saat itu rakyat tidak mendengar suara Bung,” bujuknya. Bung Karno pun bersedia merekam suaranya tengah membacakan naskah proklamasi. Ini terjadi hampir 6 tahun setelah proklamasi yang asli dibacakan.
Nah, kebenaran cerita ini sempat menjadi kontroversi tersendiri. Bahkan -bisa ditebak- nama seorang Roy Suryo pun sempat terbawa-bawa disini. Tapi sudahlah. Itu urusan dia hehe.
Toh ada beberapa bukti yang bisa memperkuat kebenaran cerita ini. Kalau anda dengar pembacaan naskah proklamasi, maka akan terdengar kualitas rekaman yang relatif bersih, tidak ada suara-suara latar apapun. Senyap, seolah direkam di studio. Yang ada hanya suara Bung Karno. Padahal diasumsikan saat itu suasana saat proklamasi dibacakan sangatlah ramai. Nada suara Bung Karno pun tidak berapi-api seperti biasanya saat ia berpidato, bahkan ada kesan santai.
Bukti lain diceritakan oleh Louisa Tuhatu, orang terdekat Jusuf Ronodipuro di blognya (silahkan temui tautannya di akhir artikel ini). Anda mungkin tahu bahwa dalam naskah asli proklamasi yang hingga kini masih tersimpan rapi, tercetak tanggal “ hari 17 boelan 8, tahoen 05 “, sesuai penanggalan Jepang yakni tahun 2605 yang sama dengan tahun 1945. Tetapi dalam pembacaan saat rekaman, Bung Karno menyebutkan tahun 1945 dan bukannya tahun 05 atau 2605.
Demikianlah sekelumit catatan sejarah tentang sosok Jusuf Ronodipuro dan bagaimana radio berperan besar pada masa proklamasi kemerdekaan.
Muhammad Jusuf Ronodipuro meninggal pada tanggal 27 Januari 2008 dalam usia 88 tahun. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Berita wafatnya beliau tidak banyak beredar, karena pada hari yang sama banyak media lebih terfokus pada kematian Suharto. Toh Indonesia akan selalu mengenang beliau sebagai salah seorang yang paling berperan mewartakan kemerdekaan Indonesia kepada seluruh dunia.
Sekali Di Udara, Tetap di Udara!!!
Dikutip by : Ilmu Kelas Berat
No comments:
Post a Comment