Military Technology News Network

KHIBINY ELECTRONIC COUNTERMEASURE SISTEM PERANG ELEKTRONIK BUATAN RUSIA

Ditengah konflik yang menerjang negara Rusia, kini memaksa Negara tersebut mengembangkan Teknologi dan senjata elektronik secara besar besaran untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi. Salah satu pengembangan terbaru dari Rusia adalah kemunculan senjata Electronic Countermeasure bernama “Khibiny”. 

Senjata ini diklaim negara barat turut dipakai Rusia menyerang dan mengusir kapal perang Amerika Donald Cook yang mencoba memasuki perairan laut hitam, Begitu dahsyatnya radiasi dari perangkat Khibiny mengakibatkan lumpuhnya  system elektronik pertahanan kapal perang tersebut. 


Share:

KUB SA-6 | BUK SA-11 & BUK M1 | BUK SA-17&BUK M2E |BUK M-22 SHATIL-1 VARIAN SISTEM PERTAHANAN UDARA SOVIET

Sistem peluncur rudal BUK adalah varian dari sistem pertahanan permukaan ke udara yang dikembangkan unisoviet dan negara penggantinya yakni Negara Rusia. Buk diambil dari kata "Бук" yang artinya Pohon. Senjata ini diklaim paling efektif dalam sistem persenjataan pertahanan udara (antipesawat). Namun, pengoperasiannya tergolong rumit pada dasarnya BUK terdiri dari truk komando, truk TAR (target acquisition radar), truk TELAR (transporter erector launcher and radar). Fungsi BUK antara lain menghancurkan rudal balistik dan melumpuhkan obyek udara. 


Berikut adalah varian BUK dari masa kemasa berikut spesifikasinya:

1.    KUB/BUK SA-6  
KUB/ BUK SA-6
BUK SA-6 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 mengusung rudal 3M9 berdaya jangkau 22km dengan ketinggian maksimal 7000 meter. Rudal 3M9 mempunyai berat 599 Kg dan mampu menghatam sasaran pada kecepatan 2.8 march. Target utama yang disasar rudal ini adalah Pesawat tempur.  

2.    BUK SA-11 & BUK M1
 
BUK M-1

Pada tahun 1980 Peluncur Rudal baru diperkenalkan yakni BUK SA-11 untuk mengupgrade rudal pendahulunya SA-6. Buk SA-11 dipersenjatai rudal jenis 9M38 berdaya jangkau 30Km dengan ketinggian maksimal 20.000 meter. Rudal 3M38 mempunyai berat 690 Kg dan mampu menghatam sasaran dengan kecepatan 3 mach.  kemudian berselang 3 tahun soviet mengupgrade kembali kemampuan rudal barunya agar mampu mencapai ketinggian 22.000 meter dan rudal tersebut diberinama 9Ðœ38M1 mulai pada saat itu, tepatnya tahun 1983 BUK-M1 resmi di perkenalkan.  BUK M-1 bertugas melindungi pasukan maupun instalasi/bangunan dari ancaman serangan udara termasuk pesawat tempur dan helicopter taktis maupun rudal jelajah

3.    BUK M1-2 SA-17 & BUK M2E

BUK M2E dengan Sasis Truck
Diperkenalkan pada tahun 1998 sistem rudal buk mendapat pembaharuan dengan adanya rudal 9М38M2/9M317 berbobot 720kg . Rudal tersebut mampu memburu target pada jarak 50km pada ketingian 25.000m namun menyoal kecepatan rudal ini masih sama dari pendahulunya yakni 3 mach. Pada tahun yang sama soviet membuat BUK versi ekspor yang diberinama BUK-M2E dengan menyuguhkan kemampuan upgrade aerodinamik sehingga memaksimalkan kecapatan rudal 9K317E menjadi 4mach . Buk-M2E dibuat untuk menetralisir serangan masif dari pesawat tempur taktis maupun strategis, rudal balistik taktis, rudal jelajah, rudal pesawat tempur, bom pintar, helikopter, termasuk hovering rotorcraft, UAV, meski Buk-M2E mendapatkan serangan electronic countermeasures yang gencar

4.    M-22/Shatil-1 aka SA-N-12

BUK M-22 aka SA-N-12 Versi Angkatan Laut

Shatil-1 adalah varian terakhir dari BUK yang diperkenalkan pada tahun 2004 namun ternyata spesialisasinya berbeda dari varian BUK lainnya. Shatil-1 diproduksi untuk memburu target laut yang biasa disematkan pada kapal perang.  Shatil-1 menggotong rudal 9M317ME berbobot 581kg pada jarak 50km dengan ketinggian 15000 meter namun rudal shatil sangat berbahaya karena mampu menabrak target pada kecepatan 4.5 mach. 

Kecanggihan BUK ini telah banyak diakui oleh beberapa Negara pentolan soviet yang tentu memanfaatkan jasanya untuk perkuatan armada perangnya mulai dari India, Korea Utara, Venezuela bahkan Syiria yang pada tahun 2011 membeli BUK Varian M2E. 

  • Jika dilihat dari perjalanan tempurnya BUK sudah banyak makan korban mulai dari tertembaknya Drone Georgia pada awal mei 2008 oleh otoritas Abkhazia . Abkhazia adalah sebuah negara republik yang secara de facto merdeka, seluas 8.600 km², terletak di Kaukasus. Georgia mengklaim Abkhazia sebagai wilayah kedaulatannya. Kedaulatan republik ini tidak diakui secara internasional, kecuali Rusia yang mengakuinya pada 26 Agustus 2008 bersamaan dengan pengakuan kedaulatan Ossetia Selatan. Abkhazia terletak di pantai timur Laut Hitam, berbatasan dengan Federasi Rusia di utara. Dengan Georgia, perbatasannya pada daerah Samegrelo-Zemo Svaneti di sebelah timur.
  • Penembakan tiga pesawat tempur Su25 dan satu pesawat pembom TU22m oleh Georgia pada perang Ossetia Selatan.  Analis menyimpulkan bahwa sistem rudal Georgia Buk bertanggung jawab, hilangnya empat pesawat ini menimbulkan kerugian besar Rusia yang disebabkan oleh Negara kecil sekelas Georgia
  • Pada 29 Januari 2013, Angkatan Udara Israel melancarkan serangan udara terhadap sebuah konvoi di Suriah diyakini memiliki rudal SA-17 BUK-M2E yang ditujukan untuk Hizbullah di Lebanon. Pemerintah Suriah membantah bahwa pengiriman senjata telah terjadi. Angkatan Udara Israel pada tanggal 7 Desember 2013 untuk ketigakalinya menyerang Suriah. Israel telah menolak untuk berkomentar. Namun Israel kali ini merugi karena Suriah mengklaim bahwa UAVnya ditembak ditembak jatuh oleh BUK. 
  • Terakhir Sistem ini diduga telah digunakan dalam jatuhnya Malaysia Airlines Penerbangan 17 (Boeing 777-200ER) pada 17 Juli 2014 dengan 298 kematian di timur Ukraina.|||0|||0

Share:

DVI POLRI, BUKAN SATUAN ELIT POLRI MELAINKAN TIM KHUSUS DOKPOL POLRI

Foto TIM DVI Polda Jatim dalam Kasus QZ8501
DVI atau Disaster Victim Identification nama Tim bentukan Polri ini sekarang lagi banyak di perbincangkan, mereka bukanlah satuan elit melainkan Tim mereka terdiri orang orang yang perannya sangat diperlukan untuk melakukan suatu proses indentifikasi Korban bencana.  Tim DVI terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli anthropology (ilmu yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ada yang berasal dari masyarakat juga. Tugasnya adalah mengidentifikasi korban.

Identifikasi korban bencana diperlukan sebagai perwujudan Hak Azasi Manusia dan penghormatan kepada orang meninggal dan ahli warisnya yaitu mengenali, merawat, mendoakan, menguburkan sesuai dengan agama dan keyakinan, adat istiadat dan menyerahkan kepada keluarganya. Identifikasi mutlak diperoleh untuk menentukan secara hukum masih hidup atau matinya seseorang, juga berkaitan dengan bidang santunan, warisan, asuransi jiwa, hak pensiun, kemungkinan untuk menikah lagi bagi pasangan yang ditinggalkan dan membantu kepolisian dalam rangka proses Penyidikan. Agar benar dan diakui dalam proses kerja berdasar ilmia

Tingginya tuntutan masyarakat terhadap kepastian hukum dan hak asasi manusia serta makin meningkatnya ancaman teror bom dan bencana yang pada saat ini dapat terjadi setiap saat dan merupakan tantangan yang akan dihadapi Polri di masa mendatang, sehingga di dalam mengantisipasi hal tersebut di atas Polri dituntut mempunyai kemampuan yang memerlukan dukungan ilmu pengetahuan dan tehnologi dari berbagai disiplin ilmu Kedokteran Kepolisian seperti tercantum di dalam Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 adalah merupakan upaya penerapan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran untuk kepentingan pelaksanaan tugas operasional kepolisian yang perlu dikembangkan secara optimal dalam mengantisipasi tuntutan masyarakat yang semakin tinggi.
Foto Tim DVI Polri
Salah satu bentuk  kemampuan dari Kedokteran Kepolisian dalam kepentingan pelaksanaan terhadap tugas-tugas operasional kepolisian adalah Disaster Victim Identification (DVI).

DVI adalah suatu prosedur yang telah ditentukan untuk mengidentifikasi korban (mati ) secara ilmiah dalam sebuah insiden atau bencana masal berbasarkan Protokol INTERPOL. merupakan suatu prosedur yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat dan hukum.
  • Dapat merupakan bagian dari suatu investigasi
  • Dapat bermanfaat dalam merekontruksi tentang sebab bencana
  • Diperlukan untuk proses identifikasi positif sehingga segala kepentingan hukum yang menyangkut kematian seseorang dapat terselesaikan, misalnya yang menyangkut kepentingan civil legal aspect (asuransi, warisan, status, dll).
Posko DVI Antem Mortem
DVI sangat diperlukan karena pada banyak kasus identifikasi secara visual tidak dapat diterapkan karena kondisi korban yang sudah rusak tidak mungkin lagi dikenali. berikut adalah dasar dasar dari proses identifikasi :

Dasar Identifikasi dalam DVI:
1. Dasar Primer / Primary Identifier
    A. Sidik Jari/ Fingerprint
    B. Hasil Pemeriksaan Gigi Geligi/ Dental Record
    C. DNA

2.Dasar Skunder/ Secondary Identifier
   A.Barang kepemilikan/ Property
   B.Data medis/ Medical

Struktur Organisasi DVI Propinsi
Penasehat :
1. Gubernur
2. Kapolda


Ketua          : Kabiddokkes Polda
Wakil ketua    : Kadinkes Propinsi
Sekretaris 1   : Kasubid Dukkes Biddokkes Polda
Sekretaris 2   : Dir.RSUD Propinsi
Seksi Operasi  : Kaur Dokpol Biddokkes Polda

Dalam rangka optimalisasi peran dukungan Kedokteran Kepolisian dan juga sebagai upaya perwujudan pelaksanaan kegiatan Kedokteran Kepolisian yang profesional serta meningkatkan kinerja personil Polri dengan intansi terkait lainnya di dalam melaksanakan kegiatan khususnya.

 

Operasi DVI Dibagi 5 phase:
1. TKP (Initial Action at the Disaster Site)
Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian peristiwa (TKP) bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui seberapa luas jangkauan bencana

2. Post Mortem
Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian dilakukan oleh post-mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin komando DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk memperoleh dan mencatat data selengkap – lengkapnya mengenai korban

3. Ante Mortem
pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri – ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi – informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban

4. Rekonsiliasi
pembandingan data post mortem dengan data ante mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah.

5. analisa dan evaluasi (debriefing)
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI. Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal serta administrative untuk penguburan menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah. 

Editor : |||0|||0
Referensi : Berbagai Sumber 
Foto : diambil dari Antara.com
Share:

Popular Posts

MOMOSERGEIDRAGUNOV

Pages

Military

Name*


Message*